Pengertian Rekonsiliasi Fiskal



REKONSILIASI FISKAL



Pengertian rekonsiliasi fiskal menurut para ahli :
  • Menurut Agoes dan Trisnawati, “Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.” (Agoes dan Trisnawati,2007:177)
  • Menurut Setiawan dan Musri, “Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan pajak.” (Setiawan dan Musri, 2006:421)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal adalah salah satu cara untuk mencocokkan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial (disusun berdasarkan Sistem Keuangan Akuntansi) dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan sistem fiskal.
Rekonsiliasi fiskal merupakan lampiran SPT tahunan PPh badan yang berupa kertas kerja berisi penyesuaian antara laba rugi komersial sebelum pajak dengan laba rugi berdasarkan ketentuan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi yang meliputi pendapatan dan beban.
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif yang pengertiannya diurai dibawah ini:
  • Koreksi fiskal positif: koreksi fiskal yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang sehingga laba fiskal lebih besar dari laba komersial atau rugi fiskal lebih kecil dari rugi komersial.
  • Koreksi fiskal negatif: koreksi fiskal yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah sehingga laba fiskal lebih kecil dari laba komersial atau rugi fiskal lebih besar dari rugi komersial
* Langkah Rekonsiliasi fiskal.
Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk melakukan rekonsiliasi fiskal, antara lain:
  1. Mengenal terlebih dahulu penyesuaian fiskal yang diperlukan
  2. Menganalisa elemen-elemen penyesuaian guna menentukan pengaruhnya terhadap laba usaha kena pajak
  3. Menyesuaikan atau mengoreksi fiskal dengan melakukan koreksi fiskal positif dan negatif
  4. Menyusun laporan keuangan secara fiskal sebagai lampiran SPT tahunan pajak penghasilan


Related Posts:

Perbedaan Prinsip dalam Akuntnasi Komersial dan Akuntansi Fiskal




Perbedaan Prinsip dalam Akuntnasi Komersial dan Akuntansi Fiskal.


Adapun perbedaan prinsip dalam akuntnasi komersial dan akuntansi fiskal adalah sebagai berikut :


1.     Cost Principle
  • Laporan Komersial, Prinsip akuntansi mengharuskan sebagian besar asset diperlakukan dan dilaporkan berdasarkan harga perolehan (biaya historis).
  • Laporan Fiskal, Sesuai Pasal 10ayat (6) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, persediaan dan pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan.
2.    Revenue Principle
  • Laporan Komersial, Pengakuan Pendapatan seharusnya diakui pada saat : Telah direalisasi/ dapat direalisasi pendapatan dapat terealisasi ketika dapat di konversi menjadi kas.
  • Laporan Fiskal, Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, yang menjadi objek pajak adalah Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan.
3.    Matching Principle
  • Laporan Komersial, Untuk mencatat besarnya jumlah pendapatan dan beban secara tepat dalam periode yang tepat, ada dua pilihan yang tersedia yang dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan oleh akuntan yaitu cash basis dan accrual basis.
  • Laporan Fiskal, menurut pasal 6 ayat (1) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
4.    Objectivity Principle
  • Laporan Komersial, Manfaat laporan keuangan akan tergantung pada tingkat kepercayaan pemakai akan prosedur pengukuran yang digunakan.
  • Laporan Fiskal, menurut penjelasan pasal 11A ayat (1) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
5.    Constency Principle
  • Laporan Komersial, Transaksi dan peristiwa ekonomi yang sejenis harus dicatat dan dilaporkan dengan cara yang sama dari satu periode ke periode berikutnya agar Laporan Keuangan dapat dibandingkan (memiliki daya banding).
  • Laporan Fiskal, menurut pasal 28 ayat (5)Undang – Undang KUP Nomor28 tahun 2007, pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
6.    Disclosure Principle
  • Laporan Komersial, Seluruh informasi dalam Laporan Keuangan seharusnya disajikan dengan cara yang tidak memihak, dapat dipahami dan tepat waktu. Dalam memtutuskan informasi yang dilaporkan , pembuat Laporan Keuangan harus memperhatikan kecukupan informasi yang dapat mempengaruhi penilaian pemakai Laporan Keuangan.
  • Laporan Fiskal, menurut penjelasan pasal 14 Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan.
7.    Conservatism Principle
  • Laporan Komersial, Apabila akuntan dihadapkan untuk memilih salah satu diantara dua atau lebih metode akuntansi yang sama – sama diterima atau berlaku umum, maka akuntan harus mengutamakan pilihan yang akan memberikan pengaruh keuntungan yang paling kecil pada ekuitas.
  • Laporan Fiskal, menurut pasal 9 ayat (1) huruf c Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008,untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajakbangi WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap tidak boleh dikurangkan dengan pembentukan atau penumpukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
8.    Materiality Principle
  • Laporan Komersial, Dampak dari suatu item terhadap hasil operasi dan posisi keuangan Perusahaan secara keseluruhan.
  • Laporan Fiskal, menurut pasal 9 ayat (2) Undang – Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
9.    Uniformitydan Comparability Principle
  • Laporan Komersial, Sesungguhnya hakekat dari Comparability adalah bahwa informasi akan menjadi lebih berguna ketika informasi tersebut dapat dikaitkan dengan standar. Perbandingan dapat dilakukan dengan informasi serupa dengan perusahaan lain yang berada dalam satu industri yang sama atau dikaitkan dengan data industri (sebagai patokan) pada periode waktu yang sama (memerluakan keseragaman metode) dengan informasi serupa dari perusahaan yang sama tetapi untuk periode waktu yang berbeda. Comparability data akuntansi untuk perusahaan yang sama untuk periode yang berbeda memerlukan konsistensi.
  • Laporan Fiskal, menurut penjelasan pasal 13 Undang – Undang PPh, Kewajiban pembukuanmenggunakan cara atausistemyang dipakai di Indonesia, yaitu SAK, kecuali Perundang- undangan perpajakan menghendaki lain. Jika ada perbedaan antara akuntansi komersial dengan perpajakan maka undang – undang perpajakan memiliki prioritas untuk dipenuhi agar tidak menimbulkan kerugian yang material bagi WP.


Related Posts: