Kasus Korupsi e-KTP
- Ringkasan Kasus
Kasus korupsi e-KTP adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an. Mulanya proyek ini berjalan lancar dengan pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Namun kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP membuat berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi.
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314 triliun. Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi, beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya Novanto.
Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih giat dalam menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-liku dihadapi, mulai dari ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka, sidang praperadilan, dibatalkannya status tersangka Novanto oleh hakim, kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga ditetapkannya ia lagi sebagai tersangka. Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan korupsi. Untuk kepentingan pengembangan kasus atas tewasnya Marliem, KPK pun melakukan kerja sama dengan FBI.
Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini belum mencapai penyelesaian. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah divonis hukuman penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses hukum yang berlaku. Oleh karena itu, para pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras lagi untuk menutup buku atas perkara ini.
- Analisis Kasus Korupsi e-KTP :
Kecurangan yang terjadi?
Jenis kecurangan yang terjadi dalam kasus ini adalah Fraud Korupsi. Karena pada kasus ini negara mengalami kerugian yang sangat besar yang mana negara harus harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun. Dari kasus kecurangan tersebut.
Sumber informasi dilakukan audit investigasi tersebut berdasarkan apa?
Sumber informasi yang dilakukan audit investigasi ini berdasarkan temuan audit yang merasa ada kejanggalan pada saat pelelangan tender e-KTP tersebut. Disini ditemukan kejanggalan yang mana pada saat pelelangan ini sudah direncanakan demi mendapatkan keuntungan kelompok.
Termasuk audit investigasi proaktif atau reaktif?
Menurut saya dari kasus yang terjadi ini merupakan Audit Investigasi Reaktif, karena pada kasus ini fraud tersebut terjadi karena adanya temuan audit yang janggal sejak pelelangan proyek tender e-KTP berlangsung. Yang mana dari bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314 triliun.
Modus Operandi terjadinya kecurangan tersebut apa saja?
Modus Operandi pada kasus ini adalah adanya kecurigaan Government Watch (GOWA) yang mana mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka mendapatkan petunjuk berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11 penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam pengadaan lelang.
Analisa keterkaitan dengan penyebab modus Operandi!
Pada kasus ini menurut saya berkaitan dengan Legal Hazard, yang mana disini terjadinya penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013, dan tindakan rekayasa pelelangan tender tersebut yang mana melanggar aturan Undang-Undang. Yang mana melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
- Uraikan 6W dan 1H dari kasus tersebut!
Pihak-pihak yang diduga terkait?
- Made Oka, diduga memiliki perusahaan PT Delta Energy, yakni perusahaan di bidang investasi yang berlokasi di Singapura. Perusahaan tersebut diduga menjadi perusahaan penampung dana.
- Irvanto Hendra Pambudi, mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, perbuatan Irvanto telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi. Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
- Sugiharto, tindakannya dalam merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dan terbukti menerima uang sebesar USD 200 ribu dari Andi Narogong.
- Irman, terbukti menerima uang sebesar USD 300 ribu dari Andi Narogong dan USD 200 ribu dari Sugiharto.
- Andi Narogong, Andi dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pada 7 Desember 2017 berupa hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta. Dengan harapan dapat meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum dilakukan) yang akan diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai justice collaborator.
- Setya Novanto, Mantan Ketua DPR Setya Novanto terbukti mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP.
- Markus Nari, Hakim menilai Markus menerima suap sebesar 400.000 Dollar AS dalam pusaran kasus proyek pengadaan KTP elektronik.
- Anang Sugiana Sudiharjo, Menurut hakim, Anang terbukti diperkaya dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Kapan penyimpangan itu terjadi?
Pada awal September 2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah
1) penyempurnaan desain.
2) menyempurnakan aplikasi SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK
3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data online/semi online antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien
4) Pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal
5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-KTP; dan
6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan sebaiknya dikawal ketat oleh LKPP. Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar.
Pada 2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator. Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp 24 miliar ke negara karena melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp 20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp 4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 (Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan usaha).
Dimana penyimpangan itu terjadi?
Pada saat pelelangan tender e-KTP, yang mana terjadi kecurangan pada saat terjadinya pelelangan dan rekayasa konsorsium. Namun kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP membuat berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi. Sejak itu KPK melakukan berbagai penyelidikan demi mengusut kronologi dan siapa saja dalang di balik kasus ini. Para pemangku kebijakan terkait proyek e-KTP pun dilibatkan sebagai saksi, mulai dari Gamawan Fauzi, Nazaruddin, Miryam S. Hani, Chairuman Harahap bahkan hingga Diah Anggraini.
Pada sidang kesembilan yang digelar pada 17 April 2017 adalah adanya temuan bahwa tim teknis e-KTP mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam proses lelang padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat. Sugiharto dan Irman menjadi dua nama yang bertanggung jawab atas hal ini.
Penyebab terjadinya Penyimpangan tersebut?
Kasus korupsi dalam proyek e-KTP ini terjadi karena sistem yang dibangun dalam pengesahan Rancangan Anggaran Belanja Negara (RAPBN) masih sangat koruptif.
Dan Pengadaan sistem automated fingerprint identification system (AFIS), pengadaan perangkat lunak (software/application/OS), layanan keahlian pendukung kegiatan penerapan KTP elektronik, bimbingan teknis operator dan pendampingan teknis, dan penyediaan jaringan komunikasi data.
Menurut Agus Prabowo, alasan pemberian rekomendasi itu karena tidak ada perusahaan penyedia yang secara khusus mampu melaksanakan proyek pengadaan e-KTP. Sehingga sembilan paket proyek pengadaan e-KTP seharusnya dipisah. Namun, saran tersebut tidak diindahkan pihak Kemendagri, sehingga terjadi dugaan korupsi dalam tender proyek tersebut.
Jenis Penyimpangan dan berapa kerugiannya?
Kecurangan pada saat pelelangan dan rekayasa konsorsium konsorsium E-KTP memilih perangkat lunak yang tak lolos uji kompetensi. Dan ditemukan fakta bahwa Andi Narogong memegang andil terhadap pengaturan proyek e-KTP. KPK menemukan fakta bahwa negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun.
Siapa yang dirugikan?
- Negara, yang sudah jelas dirugikan, karena menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 Triliun.
- Partai Golkar, menurut Petrus, akan menghadapi kesulitan dalam membangun koalisi dengan partai lain, di tengah merosotnya kepercayan publik terhadap Partai Golkar, karena status tersangka yang disandang ketua umumnya.
- Lembaga DPR, Petrus mengatakan, DPR seharusnya dipimpin oleh seorang negarawan, yang terbebas dari berbagai kasus hukum. Namun, jika SN masih tetap memimpin DPR, maka dipastikan lembaga itu mengalami krisis legitimasi.
- Masyarakat NTT, akan dirugikan karena memiliki seorang legislator yang berstatus tersangka, sehingga dikhawatirkan hal-hal kecil yang dilakukan di NTT bisa dimaknai sebagai bersumber dari uang hasil korupsi, pungkasnya.
Mulanya proyek ini berjalan lancar dengan pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Namun kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP membuat berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi.